Ada tokoh Sufi yang terkenal kecerdasan serta
kejenakaannya. Dialah ABUNAWAS yang bukan suatu kebetulan ada
dalam batu “Akik Berkisah”
koleksi laskar LOKAJAYA. Umumnya, akik badar besi merah cabe lebih dominan pada
warna merah dan bintik-bintik hitamnya. Namun , yang ini benar-benar AMAZING….
Terdapat wajah sang tokoh sufi dari BAGDAD
tersebut.
Abu Nawas adalah Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Dia adalah
seorang sastrawan istana, kelahiran di Ahwas, Iran, tahun 130 Hijriah/747
Masehi. Ibunya seorang wanita miskin yang bekerja sebagai tukang cuci kain wol
yang terbuat dari bulu domba. Sedangkan ayahnya adalah seorang serdadu Dinasti
Bani Umayyah pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad, Khalifah pemungkas
pada Dinasti ini.
Sejak kecil Abu Nawas
tampil sebagai seorang penyair yang NYELENEH
. Ia salah seorang penganut faham hedonisme,
yaitu faham yang lebih mengutamakan kesenangan dunia semata-mata. Lidahnya
sering terpeleset. Tidak segan-segan Abu Nawas mempelesetkan ayat-ayat
Al-Qur’an. Dia pun, karena ulahnya itu pernah diajukan ke pengadilan, karena
tuduhan menghina Al-Qur’an. Salah satu bait syair yang dinilai menghujat
Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut:
Biarlah mesjid-mesjid itu dipenuhi oleh orang yang shalat
Ayolah kita minum khamer sepuasnya
Tuhan pun tak pernah mengatakan “Neraka Wail bagi para
pemabuk”
Tuhan hanya berfirman “Neraka wail bagi orang yang shalat”.
Dengan sikapnya yang keterlaluan itu menimbulkan kemarahan
umat. Abu Nawas dipandang telah melecehkan agama dan akan dijatuhi hukuman
mati. Beruntunglah pada saat itu khalifah yang berkuasa, Harun Al-Rasyid yang
bijaksana memberi grasi pada Abu Nawas dan masih memberikan kesempatan taubat.
Dan ini syair ABUNAWAS yang hingga kini dilagukan oleh umat nahdliyin di surau atau masjid sebelum sholat berjamah.
“Oh, Tuhanku,
aku tak layak menjadi penghuni surga
Tapi, aku tidak tahan di neraka jahim
Terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku,
Sebab Engkaulah Maha Pengampun dari dosa-dosa besar
Tuhan, dosaku bagaikan bilangan pasir
Berilah aku kesempatan taubat Wahai Yang Maha Agung
Sementara umurku selalu berkurang tiap hari,
Malah dosaku terus bertambah, bagaimana aku menanggungnya?
Tuhanku,
Hamba-Mu yang penuh dosa kini telah datang pada-Mu mengakui
dosa-dosanya dan memanggil nama-Mu
Jika Engkau ampuni, dan Engkau berhak mengampuninya
Sekiranya Engkau tolak,
Siapa lagi yang kami harap selain Engkau?”
Itulah lantunan syair Abu Nawas dalam pengakuannya terhadap
segenap dosa yang pernah dengan sengaja ia perbuat. Suatu pengakuan yang
benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam. Suatu penyesalan yang
benar-benar tumbuh dari hati yang sadar akan kelalaiannya.
Dari lantunan syair Abu Nawas tersebut, satu pelajaran yang
paling berharga yang dapat kita petik adalah bahwa suatu pertaubatan memang
harus terlahir dari kedalaman hati yang telah benar-benar mengakui bahwa ia
adalah sang pendosa, tak bisa luput darinya, yang secara sengaja maupun tidak
telah melakukannya. Dari sini, maka dalam taubat unsur kesadaran harus
dijadikan pondasi pertama.
Bisa dilihat, dalam syair tersebut betapa seorang Abu Nawas
telah sadar betul akan segala kekurangan, kejahatan dan keburukan dari segala
perangai hidupnya. Dia sadar karena kondisi diri yang seperti itu, dia tidak
pantas sama sekali untuk mendapatkan Firdaus
sebagai balasan baik bagi orang-orang shalih. Dia sadar sepenuhnya bahwa
banyaknya dosa yang dia lakukan, banyaknya keburukan yang ia sandang dan
banyaknya kelalaian yang dilakukan tidak menjadikannya pantas menjadi ahli
surga, yang walaupun jika Tuhan dengan segala kemurahan hati-Nya telah
memasukkan dia kedalam taman harapan abadi tersebut. Wallahu alam (lk /
berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar