Senin, 07 Maret 2016

Akik Abunawas





Ada tokoh Sufi yang terkenal kecerdasan serta kejenakaannya.  Dialah ABUNAWAS yang bukan suatu kebetulan ada dalam batu “Akik Berkisah” koleksi  laskar LOKAJAYA. Umumnya, akik badar besi merah cabe lebih dominan pada warna merah dan bintik-bintik hitamnya. Namun , yang ini benar-benar AMAZING…. Terdapat wajah sang tokoh sufi dari BAGDAD tersebut. 

Abu Nawas adalah Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Dia adalah seorang sastrawan istana, kelahiran di Ahwas, Iran, tahun 130 Hijriah/747 Masehi. Ibunya seorang wanita miskin yang bekerja sebagai tukang cuci kain wol yang terbuat dari bulu domba. Sedangkan ayahnya adalah seorang serdadu Dinasti Bani Umayyah pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad, Khalifah pemungkas pada Dinasti ini.

Sejak kecil  Abu Nawas tampil sebagai seorang penyair yang NYELENEH . Ia salah seorang penganut faham hedonisme, yaitu faham yang lebih mengutamakan kesenangan dunia semata-mata. Lidahnya sering terpeleset. Tidak segan-segan Abu Nawas mempelesetkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dia pun, karena ulahnya itu pernah diajukan ke pengadilan, karena tuduhan menghina Al-Qur’an. Salah satu bait syair yang dinilai menghujat Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut:

Biarlah mesjid-mesjid itu dipenuhi oleh orang yang shalat
Ayolah kita minum khamer sepuasnya
Tuhan pun tak pernah mengatakan “Neraka Wail bagi para pemabuk”
Tuhan hanya berfirman “Neraka wail bagi orang yang shalat”.

Dengan sikapnya yang keterlaluan itu menimbulkan kemarahan umat. Abu Nawas dipandang telah melecehkan agama dan akan dijatuhi hukuman mati. Beruntunglah pada saat itu khalifah yang berkuasa, Harun Al-Rasyid yang bijaksana memberi grasi pada Abu Nawas dan masih memberikan kesempatan taubat. 





Dan ini syair ABUNAWAS yang hingga kini dilagukan oleh umat nahdliyin di surau atau masjid sebelum sholat berjamah. 

Oh, Tuhanku,
aku tak layak menjadi penghuni surga
Tapi, aku tidak tahan di neraka jahim
Terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku,
Sebab Engkaulah Maha Pengampun dari dosa-dosa besar
Tuhan, dosaku bagaikan bilangan pasir
Berilah aku kesempatan taubat Wahai Yang Maha Agung
Sementara umurku selalu berkurang tiap hari,
Malah dosaku terus bertambah, bagaimana aku menanggungnya?
Tuhanku,
Hamba-Mu yang penuh dosa kini telah datang pada-Mu mengakui dosa-dosanya dan memanggil nama-Mu
Jika Engkau ampuni, dan Engkau berhak mengampuninya
Sekiranya Engkau tolak,
Siapa lagi yang kami harap selain Engkau?”

Itulah lantunan syair Abu Nawas dalam pengakuannya terhadap segenap dosa yang pernah dengan sengaja ia perbuat. Suatu pengakuan yang benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam. Suatu penyesalan yang benar-benar tumbuh dari hati yang sadar akan kelalaiannya.


Dari lantunan syair Abu Nawas tersebut, satu pelajaran yang paling berharga yang dapat kita petik adalah bahwa suatu pertaubatan memang harus terlahir dari kedalaman hati yang telah benar-benar mengakui bahwa ia adalah sang pendosa, tak bisa luput darinya, yang secara sengaja maupun tidak telah melakukannya. Dari sini, maka dalam taubat unsur kesadaran harus dijadikan pondasi pertama. 

Bisa dilihat, dalam syair tersebut betapa seorang Abu Nawas telah sadar betul akan segala kekurangan, kejahatan dan keburukan dari segala perangai hidupnya. Dia sadar karena kondisi diri yang seperti itu, dia tidak pantas sama sekali untuk mendapatkan Firdaus sebagai balasan baik bagi orang-orang shalih. Dia sadar sepenuhnya bahwa banyaknya dosa yang dia lakukan, banyaknya keburukan yang ia sandang dan banyaknya kelalaian yang dilakukan tidak menjadikannya pantas menjadi ahli surga, yang walaupun jika Tuhan dengan segala kemurahan hati-Nya telah memasukkan dia kedalam taman harapan abadi tersebut. Wallahu alam (lk / berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar