Rabu, 18 November 2015

WAYANG SUFI




                                                                


                                


Bisa jadi temuan batu akik “ PUNTADEWA” oleh Wagino (50) Karyawan Swasta , asal Cirebon ini sebagai simbol perwujudan tokoh lakon dalam dunia pewayangan. Yaitu tokoh panutan para Pandawa dalam menemukan jati dirinya, seperti di dakwahkan kanjeng Sunan Kalijaga melalui kesenian wayang kulit (beber). Sunan Kalijaga dalam dakwahmya menyisipkan makna-makna sufistik pada lakon-lakon Wayang sebagai dasar ajarannya di setiap pementasan.

Sebagai contoh adalah Lakon Jumenengan Parikesit merupakan intisari atau ringkasan ajaran Sunan Kalijaga. Sekaligus sebagai nasehat Sunan Kalijaga kepada Sutawijaya sebelum mendirikan Kerajaan Mataram. Meskipun sebenarnya, ajaran tersebut tidak hanya ditujukan kepada para Raja, melainkan kepada seluruh masyarakat.

Karakter atau jati diri yang kuat merupakan bekal paling penting dalam kehidupan seseorang. Ketiga syarat yang diajukan kepada Parikesit tersebut merupakan gambaran langkah yang harus ditempuh seseorang agar memperoleh karakter atau jati diri yang kuat agar dapat menyatu dengan Tuhan.

Kita telah mengenal tentang wayang, di mana wayang adalah gambaran atau bayangan yang didalamnya mencerminkan kehidupan manusia. 

Meskipun didalamnya banyak sekali tokoh dan lakon, akan tetapi sesungguhnya wayang itu adalah gambaran kehidupan pribadi setiap manusia di mana manusia tidak akan pernah lepas dari kodratnya sebagai makhluk yang terbungkus oleh nafsu yang baik yang disimbolkan dengan Pandawa dan nafsu yang buruk yang disimbolkan dengan Kurawa. 

Kedua nafsu tersebut akan selalu berhadapan yang disimbolkan dengan Bharatayuda (perang Bharata). 

Satu hal pokok yang diabaikan adalah bahwa wayang merupakan cerita yang mengandung unsur pendidikan dan simbol-simbol kehidupan yang tersirat dan oleh pengarangnya divisualisasikan melalui tokoh-tokoh dalam cerita layaknya kehidupan nyata. 

Secara filosofi, Mahabharata dan kisah pewayangan lainnya sebenarnya merupakan gambaran kehidupan kita sebagai manusia baik gerak fisik, batin, maupun ruhani, yang dimulai dari awal hingga akhir. 

Satu lakon yang merupakan inti dan final dari perjalanan hidup kita sebagai manusia yang digambarkan dalam Mahabharata adalah lakon yang berjudul “Perang Bharata ( Bharatayuda )”. 

Perang Bharata adalah perangnya Pandawa sebagai tokoh yang baik dan Kurawa sebagai tokoh yang jahat, di mana Pandawa dan Kurawa merupakan saudara.

Sesunguhnya kisah ini terdapat dalam diri kita masing-masing pada saat kita mengalami kesadaran sebagai manusia seutuhnya (insan kamil), saat di mana kita sadar baik cipta, rasa, maupun karsa, lahir, batin, dan ruhani kita terhadap suatu sikap yang akan kita ambil dalam kehidupan yang selalu berada dalam dua pilihan yakni baik dan buruk.

Inilah tokoh lakon, Pandawa, dimana mereka adalah sekelompok tokoh yang baik, terdiri dari lima bersaudara yaitu:  Puntadewa ( tertua ),  Bima (werkudara),  Arjuna,  Nakula, dan Sadewa.



Yang kita bahas untuk edisi wayang sufi kali ini ,  Puntadewa. Dialah saudara tertua yang berarti juga tingkatan tertinggi atau manusia yang telah menjadi insan kamil atau khalifah Tuhan untuk alam ini yaitu manusia yang telah menduduki fungsinya sebagai makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk lain sehingga ditunjuk Tuhan sebagai wakil yang memelihara alam ini. 

Puntadewa diceritakan berdarah putih dan raja yang tidak bermahkota. Punta/Punton berarti tali. Dewa symbol ketuhanan pada saat itu. 

Puntadewa dapat diartikan sebagai wakil dari Tuhan atau khalifah atau insan kamil, maka orang yang sangat dekat dengan Tuhannya disimbolkan berdarah putih (menjaga perbuatannya dari hal-hal yang tidak baik. Tidak bermahkota yang berarti tidak silau akan harta dan tahta duniawi. (lk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar