Kanjeng Sunan kalijaga sungguh cerdas memasukkan dakwah ke dalam Budaya
Jawa, dari gunungan wayangkulit (kayon) ternyata sarat akan filosofi hidup dan
kehidupan yang relevan dengan ajaran islam.
Kayon merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada
di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia
sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Kayon dilihat dari segi
bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu Sholat lima waktu yang
harus dilakukan oleh manusia adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu
melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT.
Gambar pohon dalam kayon melambangkan kehidupan manusia di dunia
ini, bahwa Allah SWT telah memberikan pengayoman dan perlindungan kepada
umatnya yang hidup di dunia ini. Beberapa jenis hewan yang berada didalamnya
melambangkan sifat, tingkah laku dan watak yang dimiliki oleh setiap
orang.
Gambar kepala raksasa itu melambangkan manusia dalam kehidupan
sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan. Gambar ilu-ilu
Banaspati (jin atau setan) melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan,
cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan
manusia. Gambar samudra dalam gunungan kayon pada wayang kulit melambangkan
pikiran manusia. Gambar Cingkoro Bolo-bolo Upoto memegang tameng dan godho
dapat diinterprestasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap
dan terang.
Gambar rumah joglo melambangkan suatu rumah atau negara yang di
dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia. Gambar raksasa
digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan
kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang
berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan. Gambar api
merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan
sehari-hari akan membutuhkannya.
Kalau
kita lihat dalam gunungan tersebut, gambar di bagian bawah adalah hewan-hewan
besar (rojo koyo), ini melambangkan bahwa manusia yang derajatnya rendah di
mata Allah SWT adalah seperti hewan ternak, menurut bahasa Al Qur'an.
“Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai."(QS. Al-A’raaf: 179)
Sesungguhnya
kebanyakan jin dan manusia itu adalah makhluk yang diciptakan untuk isi neraka
jahannam! Mengapa begitu? Karena kebanyakan mereka tidak mau membuka hati yang
telah diberi kemampuan untuk memikirkan petunjuk-petunjuk keimanan dan hidayah
yang terbentang di alam semesta. Juga, di dalam risalah-risalah yang dapat
diketahui oleh hati yang terbuka dan pandangan yang melek.
Namun,
mereka tidak mau membuka mata mereka untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta. Juga tidak mau membuka
telinga mereka untuk mendengarkan ayat-ayat Allah yang dibacakan (Alquran).
Kemudian
di bagian atas gunungan adalah gambar burung, yang melambangkan bahwa bila
manusia menyadari akan arti hidup yang sebenarnya, maka dia akan naik memiliki
derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Burung melambangkan ketawakalan, yang
mana bila manusia memiliki sifat tawakal kepada Allah SWT maka dia tidak akan
menjadi seperti hewan ternak yang hanya memikirkan makan, makan dan makan akan
tetapi ia tawakal dan yakin sepenuhnya kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam
hadis :
Dari
Umar bin Khattab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu
tawakal kepada Allah dengan ketawakalan yang sungguh-sungguh, maka Allah
akan memberikan rizki kepadamu
seperti Allah memberikan rezeki
kepada burung, pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan
kenyang.” (Hadis riwayat Tirmidzi)
Dari
Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Akan masuk surga orang-orang yang hati
mereka seperti hati burung” (Hadis riwayat Muslim) Orang-orang
yang bertawakallah yang dimaksud hati mereka seperti hati burung.
Demikian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji perangai burung yang senantiasa
tawakal dalam usahanya mengais rizki Allah di dunia ini. Hingga
beliau menasehatkan umatnya untuk mencontoh binatang yang selalu ada di sekitar
kita itu. Ini menunjukkan, bahwa sesungguhnya alam sekitar dapat menjadi guru
kehidupan, tentu hanya bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
Secara
khusus, hadis ini mengajarkan kita tentang tawakal. Para ulama mendefinisikan
tawakal sebagai, “Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah ‘azza wa jalla
dalam mendatangkan kemaslahatan dan mencegah dari bahaya pada semua urusan
dunia dan akhirat, bersandar dalam semua perkara kepada-Nya serta beriman
dengan sungguh-sungguh bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah,
mendatangkan manfaat dan bahaya selain-Nya.”
Diantara
nama Allah adalah “Al-Wakiil”. Makna nama Allah “Al-Wakil” adalah: Allah
satu-satunya yang menjamin dan memberikan rizki bagi hamba-hambanya, Dia
menyendiri dalam segala hal yang dijaminnya. Al-Ghazali menyatakan bahwa
“Al-Wakiil” adalah Yang disandarkan kepada-Nya segala urusan.
Tanpa
tawakal, kegiatan usaha untuk mendapatkan rizki akan mendatangkan ragam
malapetaka. Penyelewengan manusia dalam orientasi mencari rizki terjadi ketika
kekuatan tawakal sangat
lemah. Orientasi dalam mencari rizki menjadi pragmatis, yang dicita-citakan
menjadi hanya sebatas perolehan nominal, bukan lagi keberkahan dan manfaat.
Namun,
sikap tawakal tentu bukan berarti pasrah menunggu dan berpangku tangan. Tawakal
justru disertai kerja dan usaha. Tawakal bersifat aktif dan tidak pasif.
Bekerja sama sekali tidak menafikan nilai tawakal.
Pada
hadis tentang burung di atas terdapat dalil atas hal ini. “Pergi pagi dalam
keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang.” Mubarakfuri berkata,
“Hadis ini mengisyaratkan bahwa tawakal bukanlah dengan diam menganggur, tapi
berusaha untuk mencari sebab, karena burung itu diberi rizki dengan berusaha
dan mencari. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata, “Hadis ini tidak manunjukkan
atas meninggalkan usaha, akan tetapi padanya justru terdapat dalil atas mencari
rizki.” (Tuhfah al-Ahwadzi)
Jawa
memang menyimpan berbagai macam budaya yang beragam dan menyimpan berbagai
makna yang terkandung dalam setiap itemnya, bahkan secara tidak kita
sadari sesuatu yang ada disekitar kita juga mengandung makna filosofis Islami
yang sangat besar jika kita mau mangkaji lebih dalam.Subhanallah…(lk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar