Rabu, 11 November 2015

Nilai sufistik Gunungan




                                                   
                                         

Kanjeng Sunan kalijaga sungguh cerdas memasukkan dakwah ke dalam Budaya Jawa, dari gunungan wayangkulit (kayon) ternyata sarat akan filosofi hidup dan kehidupan yang relevan dengan ajaran islam.

Kayon merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Kayon dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu Sholat lima waktu yang harus dilakukan oleh manusia adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT. 

Gambar pohon dalam kayon melambangkan kehidupan manusia di dunia ini, bahwa Allah SWT telah memberikan pengayoman dan perlindungan kepada umatnya yang hidup di dunia ini. Beberapa jenis hewan yang berada didalamnya melambangkan sifat, tingkah laku dan watak yang dimiliki oleh setiap orang. 
                                   

Gambar kepala raksasa itu melambangkan manusia dalam kehidupan sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan. Gambar ilu-ilu Banaspati (jin atau setan) melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan manusia. Gambar samudra dalam gunungan kayon pada wayang kulit melambangkan pikiran manusia. Gambar Cingkoro Bolo-bolo Upoto memegang tameng dan godho dapat diinterprestasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap dan terang. 

Gambar rumah joglo melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia. Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan. Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya.

Kalau kita lihat dalam gunungan tersebut, gambar di bagian bawah adalah hewan-hewan besar (rojo koyo), ini melambangkan bahwa manusia yang derajatnya rendah di mata Allah SWT adalah seperti hewan ternak, menurut bahasa Al Qur'an.

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai."(QS. Al-A’raaf: 179)

Sesungguhnya kebanyakan jin dan manusia itu adalah makhluk yang diciptakan untuk isi neraka jahannam! Mengapa begitu? Karena kebanyakan mereka tidak mau membuka hati yang telah diberi kemampuan untuk memikirkan petunjuk-petunjuk keimanan dan hidayah yang terbentang di alam semesta. Juga, di dalam risalah-risalah yang dapat diketahui oleh hati yang terbuka dan pandangan yang melek.

Namun, mereka tidak mau membuka mata mereka untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta. Juga tidak mau membuka telinga mereka untuk mendengarkan ayat-ayat Allah yang dibacakan (Alquran).

Kemudian di bagian atas gunungan adalah gambar burung, yang melambangkan bahwa bila manusia menyadari akan arti hidup yang sebenarnya, maka dia akan naik memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Burung melambangkan ketawakalan, yang mana bila manusia memiliki sifat tawakal kepada Allah SWT maka dia tidak akan menjadi seperti hewan ternak yang hanya memikirkan makan, makan dan makan akan tetapi ia tawakal dan yakin sepenuhnya kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam hadis :

Dari Umar bin Khattab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu tawakal kepada Allah dengan ketawakalan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memberikan rizki kepadamu seperti Allah memberikan rezeki kepada burung, pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang.” (Hadis riwayat Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Akan masuk surga orang-orang yang hati mereka seperti hati burung(Hadis riwayat Muslim) Orang-orang yang bertawakallah yang dimaksud hati mereka seperti hati burung.

Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji perangai burung yang senantiasa tawakal dalam usahanya mengais rizki Allah di dunia ini. Hingga beliau menasehatkan umatnya untuk mencontoh binatang yang selalu ada di sekitar kita itu. Ini menunjukkan, bahwa sesungguhnya alam sekitar dapat menjadi guru kehidupan, tentu hanya bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.

Secara khusus, hadis ini mengajarkan kita tentang tawakal. Para ulama mendefinisikan tawakal sebagai, “Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah ‘azza wa jalla dalam mendatangkan kemaslahatan dan mencegah dari bahaya pada semua urusan dunia dan akhirat, bersandar dalam semua perkara kepada-Nya serta beriman dengan sungguh-sungguh bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah, mendatangkan manfaat dan bahaya selain-Nya.”

Diantara nama Allah adalah “Al-Wakiil”. Makna nama Allah “Al-Wakil” adalah: Allah satu-satunya yang menjamin dan memberikan rizki bagi hamba-hambanya, Dia menyendiri dalam segala hal yang dijaminnya. Al-Ghazali menyatakan bahwa “Al-Wakiil” adalah Yang disandarkan kepada-Nya segala urusan.
Tanpa tawakal, kegiatan usaha untuk mendapatkan rizki akan mendatangkan ragam malapetaka. Penyelewengan manusia dalam orientasi mencari rizki terjadi ketika kekuatan tawakal sangat lemah. Orientasi dalam mencari rizki menjadi pragmatis, yang dicita-citakan menjadi hanya sebatas perolehan nominal, bukan lagi keberkahan dan manfaat.

Namun, sikap tawakal tentu bukan berarti pasrah menunggu dan berpangku tangan. Tawakal justru disertai kerja dan usaha. Tawakal bersifat aktif dan tidak pasif. Bekerja sama sekali tidak menafikan nilai tawakal.

Pada hadis tentang burung di atas terdapat dalil atas hal ini. “Pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang.” Mubarakfuri berkata, “Hadis ini mengisyaratkan bahwa tawakal bukanlah dengan diam menganggur, tapi berusaha untuk mencari sebab, karena burung itu diberi rizki dengan berusaha dan mencari. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata, “Hadis ini tidak manunjukkan atas meninggalkan usaha, akan tetapi padanya justru terdapat dalil atas mencari rizki.” (Tuhfah al-Ahwadzi)

Jawa memang menyimpan berbagai macam budaya yang beragam dan menyimpan berbagai makna yang terkandung dalam setiap itemnya, bahkan secara tidak  kita sadari sesuatu yang ada disekitar kita juga mengandung makna filosofis Islami yang sangat besar jika kita mau mangkaji lebih dalam.Subhanallah…(lk)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar