Murid
ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan
diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan
diam, malah jadinya tidur.
Maka
disini, di Nusantara ini, jangan heran. Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung
lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari
triplek atau kardus, namanya manasik haji.
Nanti ketika hendak berangkat haji diantar
orang se-kampung. Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya
belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah
yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama
selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.
Anda
sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama .
Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama
dikumpulkan, di ajak berdzikir.
Begitu
tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk
di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika
“wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya. Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua
dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran. Mulut tidak bisa membaca,
mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran.
Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.
Faktanya memang terjadi disini. (LK/BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar