Apa
artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat. Keempat
itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu
produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti
makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair
keluar lewat pintu depan. Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani
(sperma).
Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak,
kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah,
empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia. Begitu jadi segumpal
daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu
birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya
Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka
ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak
ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172,
As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )
Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar
dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuangya:
kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung
anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya
ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus
membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke
dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang
bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin
qarin dan hafadzah . Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer . Ini
metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen
(teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri
cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di
masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta. Tidak mau dulur tengen, ya
memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang , ya si wanita jadinya
cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La
haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya
memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso , kemudian bisa perkasa.
Mau kaya kalau
memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya.
Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke
gunung kawi, nanti pulang kaya. Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya
kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika
sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang.
Sama
terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.
Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh;
sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar),
ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar .
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti
tembang (LAGU) yang awalan, Maskumambang :
kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut
ngapati, mitoni, ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk
imunisasi. Maka menurut masyarakat nahdliyin (NU) ada ngapati, mitoni , karena itu turunnya nyawa.
Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang
Mijil. Bakal
Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu. Setelah Mijil , tembangnya Kinanti . Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak
Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.
Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu. Setelah Mijil , tembangnya Kinanti . Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak
Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.
Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom:
bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai
ndablek atau bandel. Apalagi, setelah Sinom, tembangnya
Asmorodono , mulai jatuh cinta. Tidak bisa di nasehati.
ndablek atau bandel. Apalagi, setelah Sinom, tembangnya
Asmorodono , mulai jatuh cinta. Tidak bisa di nasehati.
Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh ,
laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula . Merasakan manis dan pahitnya kehidupan.
Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula . Merasakan manis dan pahitnya kehidupan.
Setelah Dhandanggula , menurut Sunan Ampel, manusia
mengalami tembang Dhurma. Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon
mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot (kelelawar), kalau pisang berbuah bisa
untuk makanan burung, buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu
mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. (LK/ BERSAMBUNG)
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. (LK/ BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar